Monday, May 30, 2011

Penyelam Mutiara

Alkisah suatu ketika ada seorang abid yang di tugaskan oleh tuannya untuk mengambil mutiara di dalam laut. Dengan senang sang abid menjalankan perintah tuannya, karena ini adalah tugas pertamanya untuk mengambil mutiara. Setelah mempersiapkan peralatan untuk menyelam, sang abidpun langsung masuk ke dalam laut untuk mengambil mutiara

Karena baru pertama kalinya menyelam kedalam laut, sang abid tercengang dengan semua keindahan alam di dasar laut, ada banyak sekali jenis ikan, tumbuhan dan karang di dasar laut yang menyatu menjadi sebuah pemandangan yang sangat mengagumkan. Sang abidpun terlena dengan keindahan alam di dasar laut, iya sibuk melihat dan mengejar ikan ikan yang berwarna warni. Sang abid juga terkagum kagum dengan keindahan karang dan tumbuhan yang hidup disekelilingnya

Krena terlalu asik menikmati keindahan alam bawah laut, tanpa sadar oksigen yang dia miliki semakin menipis, karena terlalu keasikan ia belum sempat untuk mengambil mutiara yang menjadi tugas awalnya. Ahirnya dengan panik dan terburu buru, sang abid mengambil kerang kerang mutiara yang ada di sekitarnya, dan terus berpacu dengan waktu. Sampai ahirnya oksigen yang dia miliki habis, mau tidak mau dia harus segera naik ke permukaan.

Setelah sampai di kapal, tuanya menanyakan mutiara yang diambil oleh sang abid. Ketika hasil selamanya di buka, ternyata sangat mengecewakan karena kerang yang di ambil masih terlalu muda sehingga belum ada mutiaranya, kalaupun ada kualitasnya sangat buruk. Sang tuan pun kecewa, dan abid memperoleh hukuman karena kelalaiannya.

Kisah di atas menggambarkan sosok sang abid sebagai gambaran dari manusia, dan tua sebagai tuhan yang menugaskan. Manusia di tugaskan ke muka bumi untuk berbuat kebaikan dan menyiapkan bekal kehidupan ahirat. Akan tetapi kebanyakan kita lupa karena terlena oleh keindahan dunia. Padahal waktu yang kita miliki terbatas, sama seperti oksigen yang dimiliki oleh penyelam, suatu saat akan habis, dan mau tidak mau kita harus kembali kepada yang menugaskan, yaitu tuhan yang maha kuasa.

Tujuan menjadi pedoman dalam menjalani setiap tindakan, dan setiap tujuan tujuan kecil harus bersinergi untuk mewujutkan tujuan yang besar. Ketika kita lupa akan tujuan, maka setiap langkah yang kita ambil hanya akan menjauhkan kita dari kebaikan dan keberhasilan.

Mari mengingat kembali tujuan hidup kita, agar kita tidak terlena dengan segala tipu daya, demi tercapainya tugas dan tujuan kehidupan kita.
_(Di ceritakan ulang dari kisah kakak mentor)_

Friday, May 27, 2011

Golden Rules That Just Change Your Life

Title : The Mary Kay Way: timeless principles from American’s greatest woman entrepreneur.

Author : Mary Kay Ash

Published : John Wiley & Sons, Inc.

City and Year : New Jersey, 2008.

Pages : 268 pages.

Golden Rules That Just Change Your Life.

The Mary Kay Way, is the secret behind the success key from Mary Key Ash, she received the Half of Fame Award in Direct Selling Industry, she selected to be a Horotio Alger Distinguished American Citizen and two years after her death she was awarded to be Greatest Female Entrepreneur in American History and also named as 25 Greatest Business Leaders. She has affected more than 500 women leaders around the world, her principles resonate magnificently in building a business, and in building a life. In 1963, when she began her ‘‘dream company,’’ she adopted the values that shaped her business. Over the course of the past 45 years, they have changed millions of lives for the better within her independent sales force. And they are still the guiding beacons use to manage the business today.

When Mary Kay Ash first published this book in 1984, her cosmetics company had recently celebrated its 20th anniversary. She described annual sales exceeding $300 million and an independent sales force of more than 200,000. This new edition comes at the 45th anniversary, with wholesale sales exceeding $2.4 billion and a worldwide independent. Sales force of 1.8 million. Mary Kay™ consistently ranks among the top U.S. brands. This remarkable Company and independent sales force have succeeded not through ‘‘dog eat dog’’ competition so commonplace in ‘‘big business,’’ but through sensitivity for the needs of others.

This book tell us how Mary Kay started her business and how she run the business with. She retired after twenty five years in direct sales. That time she was a national training director of a large corporation, she achieved many of her goal, but she still feel disheartened. The boredom of retirement caused a deepening sense of discontent. She forces herself to think positively and that able to discontent inside her. As a mother strives to protect her children she wants to help other woman so they would not have to suffer what she had endured. She decided to write a book to motivate others, but who would pay attention to the leadership book written by no formal credential as an author.

She said “Instead of just talking or writing about it, why don’t you actually do it?” Once I made that decision, I needed something to sell. I wanted a top-quality product—one that could benefit other women and one that women would be comfortable selling. I also wanted to offer women an open-ended opportunity to do anything they were smart enough, and motivated enough, to do. After spending days and nights trying to think of such a product, it finally dawned on her one evening while she was getting ready for bed her skin care products. She had been introduced to them 10 years earlier by a local cosmetologist she had called on during my direct-selling days. Using formulas created by her dad, she developed creams and lotions for customers of her small, home operated beauty shop. In additional to herself, many of her relatives and friends had been using these wonderful products for several years, so when the cosmetologist died, Mary bought the original formulas from her family. Mary said “From my own use and the results I had personally received, I knew that these skin care products were tremendous”.

With some modifications and high-quality packaging, she was sure they would be big sellers! Although her Company now includes men’s products, her main objective was to establish a company that would give unlimited opportunity to women. It was a period when women were often paid fifty cents on the dollar that men received for the same work. It disturbed her that men were paid more ‘‘because they had families to support.’’It also disturbed her whenever a male manager put down one of my new ideas or suggestions with, ‘Mary Kay, you are thinking just like a woman".

As much as any time in our history, The Mary Kay Way governs and fuels our global enterprise as it works to better the lives of untold millions of families around the world. And, it will continue. This book also contents of her 23 golden rules that she had used and practicing on her company. The golden rules were proven to be a good leadership character. It works not only in the business area but also in the daily life. I suggest you to get the copy of this book, read it and you will be inspirited by her golden rules, that would change the way you run your life to be just better and better. It is free and you can download it from www.library.nu.

Wednesday, May 25, 2011

Karena Kaulah yang Sepantasnya Aku Cinta

Ibu masih terngiang suaramu meski saat ini jarak memisahkan aku dari mu. Sentuhan lembut jari mu di masa kanak-kanakku masih terasa menemani hari-hari ku. Bahkan semua itu menjadi inspirasi dan motifasi bagiku untuk menjalani hari-hari dalam hidupku yang penuh dengan liku-liku. Saat aku jauh, lidah mu tidak pernah kering dari doa untuk kebaikan anak mu. Semua kau lakukan tanpa menuntut pamrih dan balas jasa anak mu. Tapi apa, apa yang anak mu berikan kepada mu? Semua belum sepadan dengan apa yang telah kau berikan pada ku.

Setiap detik dan pergantian hari, kau asuh anak mu. Kau sapih dua tahun lamanya, tapi kau tidak pernah meminta imbalan dari anak mu. Bahkan sebaliknya terkadang anak mu tidak bisa membalas budi baik mu. Sebaliknya bayak sekali sikap ku melukai hatimu, tapi kau tetap memaafkan sikap anak mu.

Sungguh, aku bukan lah anak yang baik yang bisa memberikan balas budi untuk mu. Waktu yang mengantarkan ku pada kehidupan nyata telah banyak menorehkan prasasti tak terilai dari mu. Tapi aku sering lupa, lupa akan apa yang telah engkau berikan kepada ku. Maaf kan anak mu yang telah lalai terhadap semua jasamu.

Yang Hilang dan Takkan Pernah Kembali

May 25th 2008 - May 25th 2011. Butuh waktu lebih dari 6307200 menit untuk menanti, butuh waktu 4380 hari untuk bisa berani, butuh 36 bulan untuk bisa berlapang hati. Dan entah butuh berapa lama lagi untuk bisa melupakan. Sepertinya waktu 36 bulan/4380 hari/10510jam/6307200 menit. Sudah cukup untuk mempertimbangkan satu keputusan. Ya hanya satu keputusan, dan itu adalah menemuimu.
Sepenuhnya aku sadar secara rasional, tapi lagi lagi, perasaan hanya Tuhan yang menguasai.
Inilah manusia, yang harus hidup di antara pikiran dan persaan, kadang kala pikiran lebih dominan, tapi kadang hati lebih menguasai. Dulu aku sering berharap untuk bisa menjadi seperti robot, yang bisa di program dan hanya menjalankan apa yang sesuai dengan keinginan, karena aku berpikir hal itu lebih baik dari pada menjadi manusia yang selalu salah, ingkar dan dusta.
Entah kenapa aku yakin jika kemarin adalah yang terahir, karena dunia ini begitu luas, untuk memisahkan kita. Bahkan hitungan sentipun tidak akan mampu mendekatkan. Tabir ini begitu tebal karena tuhanlah menghendaki.
Aku akui, aku terlalu egois untuk mengerti, dan semoga itu hanya terjadi kepadamu.
Aku ahiri ini dengan Alhamdulillah, ahirnya aku berani mengambil keputusan ini, meski aku tau, setelah ini tidak akan pernah ada kesempatan lagi. Selamat tinggal, dan terimakasih. Aku akan terus mencoba meyakini bahwa perpisahan adalah yang terbaik. Dan sekarang adalah saat kita menjalani hidup sesuai dengan takdir kita masing masing.